Hujan Terakhir oleh Nurhasanah
“Ibu, minta ember lagi sebelah ini juga bocor. Begitulah perkataan yang terdengar dari Anisa dengan halus terhadap ibunya ketika hujan datang pada tengah malam itu. Mereka harus repot-repot meletakan ember dibawah atap rumahnya yang bocor. Setiap harinya Anisa dan ibunya pergi ke pusat pembuangan sampah kota bekerja sebagai pemungut sampah dengan gaji yang kecil. Gaji tersebut sekedar untuk bertahan hidup dapat makan dan minum saja sudah cukup. Sejak tiga bulan Anisa lulus Sekolah Dasar dia putus sekolah. Ayahnya sudah satu tahun menjadi TKI di Arab Saudi dan belum bisa pulang. “Syukurlah nak, upah kita hari ini cukup untuk belanja besok” begitulah ucapan penuh syukur dari ibu Anisa.
Keesok harinya Anisa ditugaskan oleh ibu untuk pergi kepasar. Dalam perjalanan Anisa melihat sebuah tas mewah pada kursi dipinggir taman. Taman tersebut memang sepi hal itu dikarenakan anak-anak muda yang biasa nongkrong disitu berada disekolah pada jam-jam tersebut. Anisa membuka tas tersebut dan melihat banyak uang serta dompet lengkap dengan identitas pemiliknya. Anisa langsung memasukannya kedalam tas belanjanya dan melanjutkan perjalanannya.
Ternyata Anisa tak benar-benar kepasar dia berniat ke kantor polisi terdekat .Sesampainya di kantor polisi Anisa langsung menemui salah satu polisi disana. “Ada apa gerangan adik kesini” tanya polisi yang ada di depannya. “Ini pak saya menemukan tas ini tergeletak di di kursi taman” jawab Anisa. Baiklah akan bapak cari tahu siapa pemilik tas ini. Pak polisi itu menghubungi pemilik tas dengan menelponnya dari nomor yang tertera di kartu nama. “Hallo, selamat pagi bisakah saya bicara dengan ibu Rasti Anggraini” bapak polisi mulai menelpon pemilik tas. “Ya saya sendiri. Bapak siapa?” Tanya Nyonya Rasti Angraini pemilik salah satu perusahaan yang tersohor di Jakarta. “Tas anda ditemukan seorang anak di kursi taman” pak polisi menjelaskan. “Ya benar itu tas saya . mobil saya tiba-tiba berhenti saat sopir saya memperbaikinya. Saya duduk kursi taman dan meninggalkan tas saya disitu. Jangan biarkan anak tersebut pergi dulu” pesan nyonya Rasti.
Anisa merasa takut, mengapa dia dilarang pulang oleh polisi tersebut. Sesampainya Ibu Rasti di kantor polisi “Terima kasih pak atas bantuannya, dimana anak yang menemukan tas saya” kata ibu Rasti dengan senang. Polisi itu mengantarkannya menemui Anisa. “Terima kasih nak atas kejujurannya, tas ini sangat penting bagi ibu karena di dalamnya adalah gaji karyawan dan kartu kredit ibu. Nama kamu siapa nak?” tanya ibu Rasti. “Nama aku Anisa bu, maaf bu saya harus kepasar sekarang ibu pasti sedang menunggu. Permisi bu” jawab Anisa dengan sopan. Ibu Rast puni mengantarkan Anisa pergi ke pasar.
Di dalam mobil ibu Rasti dan Anisa berbincang-bincang. “Anisa mengapa kamu tidak sekolah?” ibu Rasti memulai pembicaraan. “Saya tidak sekolah lagi bu, ayah saya menjadi TKI di Arab Saudi dan sampai sekarang belum pulang. Biaya yang ibu biaya tidak cukup untuk membeli baju sekolah, dan buku-buku walaupun SPP SMP tidak bayar” Anisa menjelaskan. Mendengar tutur kata Anisa ibu Rasti merasa iba. Atas rasa terima kasihnya membiayai sekolah Anisa dan membantu memperbaiki rumah Anisa. Sekarang musim hujan telah tiba. Anisa dan ibunya tidak lagi merasakan atap yang bocor. Hujan kemarin adalah hujan yang terakhir yang mereka temui di dalam rumahnya.
Anisa sekarang melanjutkan sekolahnya dan punya harapan untuk menggapa cita-citanya untuk keliling dunia menjadi seorang pramugari serta menemukan ayahnya.
Baca Juga:
fiska dan fisika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar