Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetais, yang dapat menyebabkan penuruanan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam UU No 22 tahun 1997 tentang Narkotika, atau yang kemudian ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan.[1]
Undang-Undang No 22 tahun 1997 tentang Narkotika membagi narkotika ke dalam 3 golongan, yaitu: [2]
- Narkotika golongan I, yaitu narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi menimbulkan ketergantungan.[3] Contoh golongan ini: heroin, kokain, ganja.
- Narkotika golongan II, yaitu narkotika yang berkhasiat pengobatan, digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi menimbulkan ketergantungan. Contoh golongan ini adalah morfin, petidin, dan derivatnya.
- Narkotika golongan III, yaitu narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, serta mempunyai potensi ringan menimbulkan ketergantungan. Contohnya adalah kodein dan garam-garam narkotika dalam golongan tersebut.
Penggunaan opiat dalam jangka panjang mengubah cara kerja sel-sel otak; sel-sel menjadi terbiasa dengan keberadaan opiat sehingga (lama-lama) memerlukannya untuk berfungsi normal. Jika suatu saat opiat tersebut tidak tersedia, maka sel-sel menjadi overactive yang menyebabkan tibulnya berbagai gejala fisik yang disebut gejala putus obat. Gejala putus obat menyerupai gejala flu, tetapi lebih berat, seperti nyeri tubuh, demam, berkeringat, dan menggigil.
Sedangkan psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah atau sintetik bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. [4] Psikotropika dibagi ke dalam 4 golongan, yaitu :
- Psikotropika golongan I, yaitu psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujun ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat kuat dalam mengakibatkan sindroma ketergantngan. Sebagai contoh dapat disebut MDMA, Ecstasy, LSD, Psilosibina.
- Psikotropika golongan II, yaitu psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan, serta mempunyai potensi kuat dalam mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh nya adalah Fensiklidin (PCP), Amfetamin, Metilfenidat (Ritalin).
- Psikotropika golongan III, yaitu psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengatahunan serta mempunyai potensi sedang dalam mengakibatkan sindroma ketergantungan. Misalnya Flunitrazepam.
- Psikotropika golongan IV, yaitu psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan dalam mengakibatkan sindroma ketergantungan. Dalam golongan ini dapat disebut Alprazolam (Xanax), Bromazepam (Lexotan), Diazepam (Valium), Estazolam (Esilgan), Klobazam (Frisium), Klordiazepoksid (Librium), Nitrazepam (Dumolid / Mogadon), Lorazepam (Ativan), Klonazepam (Rivotril), Triazolam (Halcion), Fenobarbital (Luminal).
Metamfetamin mempengaruhi cara kerja berbagai struktur otak, terutama yang mengandung dopamin – karena struktur metamfetamin dan dopamin yang sangat mirip. Dopamin disebut sebagai neurotransmiter kenikmatan karena dopamin membuat kita merasa enak, nyaman, gembira setelah menikmati sesuatu. Metamfetamin bisa mengelabui neuron sehingga menganggapnya serupa dengan dopamin. Jika suatu saat rasa nikmat tersebut berhenti, maka akan terasa crash – suatu rasa tak nyaman yang mendorong orang tersebut untuk kembali menggunakan metamfetamin.
Sebenarnya cara kerja narkotika dan psikotropika tidaklah sama dengan dua zat yang disebutkan sebagai contoh (opiat dan metamfetamin) di atas. Contoh di atas hanya diberikan agar dapat dipahami bagaimana cara kerja obat-obat tersebut.